Soal Ucapan Goblok ke Anies, Prabowo Terancam 2 Tahun Penjara Bila Terbukti, Ini Aturannya

- 11 Januari 2024, 23:50 WIB
Capres Anies Baswedan dan Capres Prabowo Subianto
Capres Anies Baswedan dan Capres Prabowo Subianto /Instagram/@merindink

PIKIRANACEH.COM - Pernyataan Calon Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan terkait dengan kepemilikan lahan Prabowo Subianto dalam debat pada Minggu 7 Januari lalu berbuntut dugaan tindak pidana pemilu.

Pasalnya, Capres Prabowo Subianto sempat melontarkan kata-kata yang dianggap sebagai penghinaan saat menyinggung lagi soal lahan tersebut.

 

Prabowo mempertanyakan kecerdasan Anies yang menyebut dirinya memiliki lahan seluas 340 ribu hektare.

“Saudara-saudara, ada pula yang nyinggung punya tanah berapa, punya tanah ini, dia itu pintar atau goblok sih?” kata Ketua Umum Partai Gerindra itu saat Konsolidasi Relawan Prabowo-Gibran di GOR Pekanbaru, Riau, pada Selasa, 9 Januari 2024, yang dipantau melalui video YouTube. 

Tak hanya kata goblok, capres yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka dalam pemilu 2024 itu juga mengucapkan kata tolol.

 

Awalnya, Prabowo menjelaskan tanah milik negara dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) itu lebih baik dikelola sendiri daripada dikuasai asing. 

Menurut Prabowo, kepemilikan lahannya itu seharusnya tak perlu diungkit dalam debat capres yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.

Dia menilai, pernyataan itu didasari oleh niat tidak baik dan asal bicara. “Anda hanya memperlihatkan ketololan Anda,” ucapnya. 

 

Ancaman Pidana Pemilu

Terkait kata-kata kasar tersebut, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja pun buka suara. Dia menyatakan penghinaan seperti itu bisa dijerat sebagai pidana pemilu. 

“Tentang menghina ya? Bisa dijerat,” kata Rahmat di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, pada Rabu, 10 Januari 2024. 

Namun, dia enggan berspekulasi apakah pernyataan Prabowo masuk dalam kategori menghina. Dia menyatakan bahwa Bawaslu masih harus mengkaji terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan.

 

“Nanti kita lihat dulu, konteksnya apa, dan menyasar siapa. Kalau sanksi itu harus tegas menyasar siapa. Pemeriksaan harus tegas menyasar siapa dan itu bagian yang tidak bisa dipisahkan. Kita akan lihat prosesnya,” ucap Rahmat. 

Rahmat menuturka, Bawaslu baru bisa menyelidiki kasus bila ada laporan. “Panwas lapangan belum ada laporan ke kami,” ujar dia. 

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 280 ayat (1) huruf c Bagian Keempat Larangan Dalam Kampanye, disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menghina seseorang, calon, peserta pemilu yang lain, dan/atau suku, agama, ras, antargolongan (SARA). 

 

Selanjutnya, apabila terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana, peserta, atau tim kampanye dengan sengaja melakukan pelanggaran kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) di tingkat kecamatan, maka Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kecamatan akan melaporkan kepada Bawaslu kabupaten/kota dan menyampaikan temuan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). 

PPK menindaklanjuti temuan dengan melaporkan ke KPU kabupaten/kota. Lalu, dilanjutkan ke beberapa instansi hingga tingkat tertinggi, mulai dari Bawaslu kabupaten/kota, Bawaslu provinsi, dan Bawaslu.

 

Ancaman dari pelanggaran Pasal 280 ayat (1) tersebut adalah pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 24 juta.

“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,” tulis Pasal 521 UU Pemilu. 

Sumber: Tempo.co

Editor: Zainal Abidin


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah