MK Diprediksi Akan Batalkan Kemenangan Prabowo di Pilpres 2024, Ini Alasannya

- 1 April 2024, 05:26 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) /

PIKIRANACEH.COM - Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana memprediksi gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 yang diajukan oleh kubu 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Artinya, MK akan membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 versi KPU.

Prediksi tersebut diungkapkan Denny melalui unggahan di akun media sosial X pribadinya, @dennyindrayana, pada Rabu 27 Maret 2024.

Denny menyatakan prediksi tersebut setelah mencermati beberapa faktor, termasuk komposisi Hakim Konstitusi yang menangani sengketa pilpres.

"Prediksi saya, ada potensi permohonan Paslon 01 dan 03 dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Denny.

"Prediksi itu dilandaskan bukan hanya pada argumentasi dalam permohonan dan alat bukti yang diajukan tim hukum Paslon 01 dan 03, tetapi juga setelah mencermati komposisi Majelis Hakim MK yang menyidangkan sengketa Pilpres 2024," lanjut Denny.

Menurut Denny, tanpa adanya Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan paman Gibran atau ipar Joko Widodo sebagai salah satu hakim yang menangani kasus ini, potensi dikabulkannya gugatan kubu Anies dan Gibran semakin besar.

"Dengan majelis yang hanya berjumlah delapan orang, tanpa Hakim Konstitusi Anwar Usman, maka dibutuhkan minimal empat hakim saja, dengan Ketua MK Suhartoyo berada di posisi mengabulkan, untuk putusan diskualifikasi Paslon 02 menjadi mungkin terjadi," jelas Denny.

Denny pun mengajak publik untuk mencermati apakah prediksinya tersebut akan sesuai dengan kenyataan. akan menjadi kenyataan.

“Apakah prediksi tersebut akan menjadi kenyataan? Kita akan mengetahuinya saat putusan dibacakan beberapa hari ke depan," katanya.

Sebagaimana yang diamanatkan dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ad hoc, Hakim Konstitusi Anwar Usman dipastikan tidak akan ikut dalam persidangan sengketa hasil Pemilihan Umum Presiden (PHPU Presiden).

Di sisi lain, Hakim Konstitusi Arsul Sani yang merupakan mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dipastikan ikut menangani sidang sengketa hasil pilpres, selama tidak ada keberatan dari pihak yang bersidang.

Sidang PHPU atau sengketa Pilpres ini akan ditangani oleh delapan hakim konstitusi, yaitu:

• Ketua MK Suhartoyo

• Wakil Ketua MK Saldi Isra

• Hakim Konstitusi Arief Hidayat

• Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih

• Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh

• Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah

• Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur

• Hakim Konstitusi Arsul Sani

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang perdana sengketa Pemilu pada Rabu (27/3/2024).

Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan untuk tim pasangan calon (paslon) nomor urut 1 presiden-wakil presiden (wapres) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).

Setelah itu, dilanjutkan dengan sidang pemeriksaan pendahuluan untuk tim paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Kedua kubu tersebut, dalam gugatannya, menuntut agar calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka, didiskualifikasi dari Pemilu 2024.

Pada sidang perdana, capres dan cawapres nomor urut 01, Anies dan Cak Imin, hadir.

Demikian pula capres dan cawapres nomor urut 03, Ganjar-Mahfud.

Delapan dari sembilan hakim konstitusi turun tangan menangani sengketa hasil pilpres ini, sementara satu hakim lainnya, yaitu Anwar Usman, tidak dilibatkan karena melanggar etika berat dalam penanganan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai persyaratan usia calon presiden dan calon wakil presiden, Anwar diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) Nomor 2 Tahun 2023 yang dibacakan pada 7 November 2023.

Keputusan tersebut berdampak signifikan, termasuk pembatalan keterlibatan Anwar dalam persidangan gugatan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Selain itu, ia juga tidak diperbolehkan memeriksa atau mengambil keputusan dalam perkara sengketa hasil pemilihan umum (pemilu) yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, seperti pemilihan presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), gubernur, bupati, dan wali kota. ***

Editor: Zainal Abidin


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah