PIKIRANACEH.COM - Berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan kedelai dilimpahkan oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Barat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Kegiatan tersebut anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016 lalu dengan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
“Berkas perkara yang sudah kami kirimkan ini merupakan bagian dari penyidikan perkara dugaan tindak korupsi,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Barat, Iptu Fachmi Suciandy, pada Sabtu 1 Juni 2024.
Menurutnya, pengiriman berkas perkara tahap satu tersebut dilakukan sesuai pada laporan polisi LP / A / 06 / II / 2019 / Reskrim tanggal 12 Februari 2019 silam, yang saat ini kasusnya kembali dibuka dan dilanjutkan penyidikan.
Selain itu, kata Iptu Fachmi Suciandy, penyidik juga menetapkan tambahan tersangka dalam kasus tersebut berinisial JD. Sebelumnya polisi telah menetapkan TA sebagai tersangka dalam kasus dimaksud.
Ia menjelaskan, berkas perkara yang sudah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Aceh Barat tersebut untuk selanjutnya diteliti. Bila hasil penyidikan belum lengkap, jaksa akan mengembalikan berkas perkara beserta petunjuk-petunjuk untuk dipenuhi penyidik.
Iptu Fachmi Suciandy menyebutkan penanganan perkara tersebut dilakukan pada program pengelolaan produksi kedelai tahun anggaran 2016, yang bersumber dari APBN Kementerian Pertanian Republik Indonesia, melalui anggaran tugas pembantuan pada DIPA Satker Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Aceh Tahun Anggaran 2016.
Alur Kasus Dugaan Terjadinya Korupsi
Sebelumnya pada September 2019 lalu, Polres Aceh Barat pernah melakukan penahanan terhadap mantan Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat berinisial TA,karena diduga melakukan tindak pidana korupsi, terkait program pengelolaan kedelai bantuan pemerintah pada tahun 2016.
TA ditahan polisi sejak tanggal 16 September 2019 atas dugaan kasus tindak pidana korupsi terkait pengelolaan kedelai bantuan pemerintah tahun 2016.
Kala itu, bantuan yang dikucurkan pemerintah tersebut bersumber dati anggaran APBN dengan pagu sebesar Rp775.000.000 yang diperuntukkan bagi 47 kelompok tani di Aceh Barat, dengan luas lahan mencapai 500 hektare dan masing-masing kelompok tani mendapatkan uang tunai ke dalam rekening sebesar Rp1.550.000.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp465,828 juta.
Ada pun modus operasi yang diduga dilakukan pelaku, yakni dengan cara mengutip dana bantuan pemerintah yang masuk pada rekening kelompok tani penerima bantuan. Uang kutipan tersebut kemudian dia gunakan untuk membelanjakan sejumlah barang seperti benih kedelai dan pupuk seperti rhyzobium, herbisida, humagold dan agrobost.
Dalam perkara ini, polisi juga mengamankan sejumlah bukti berupa buku rekening dari setiap kelompok tani, kwitansi pengambilan uang dari pembelian pupuk dan beberapa dokumen lainnya.
Atas perbuatannya, ia disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 dari Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHPidana dengan ancaman penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahu penjara dan paling lama 20 tahun penjara. ***