Mengenal Christmas Island, Pulau Dekat Indonesia yang Dihuni Mayoritas Umat Muslim Tapi Milik Australia

- 28 Februari 2024, 21:14 WIB
jernihnya air Pantai Cemara Besar Karimunjawa Island, destinasi wisata laut pasir putih pemandangan terbaik.
jernihnya air Pantai Cemara Besar Karimunjawa Island, destinasi wisata laut pasir putih pemandangan terbaik. /tangkap layar

Namanya Christmas Island atau Pulau Natal... Tapi dihuni oleh mayoritas umat Muslim? Disebut dekat Indonesia, tapi milik Australia. Itulah pertanyaan yang mungkin ada di benak Beauties. 

 

Yap, judul di atas bukanlah sebuah keanehan, tapi ringkasan fakta keunikan dari pulau yang satu ini. Daripada dilanda kebingungan, yuk lebih mengenal Christmas Island di sini!

Mengenal Christmas Island

Christmas Island atau yang lebih populer dengan Pulau Natal adalah wilayah eksternal Australia di Samudra Hindia, yang terdiri dari pulau dengan nama yang sama. 

Menariknya, pulau ini memiliki jarak yang sangat dekat dengan Indonesia atau lebih tepatnya hanya berjarak sekitar 350 kilometer dari selatan Jawa dan Sumatra. Sementara itu, berjarak sekitar 1.550 km di barat laut dari titik terdekat di daratan Australia. 

Bisa dihitung, Pulau Natal ke Australia ini jaraknya 5 kali lebih jauh dibanding ke Indonesia ya. 

Pulau ini hanya memiliki luas sekitar 135 km persegi. Pulau ini memiliki populasi sebesar 1.402 warga yang tinggal di sejumlah daerah, yakni: Flying Fish Cove (dikenal juga sebagai Kampung), Kota Perak, Poon Saan, dan Drumsite. 

 

Sejarah Penamaan dan Berdirinya Christmas Island

Christmas Island ditemukan oleh seorang kapten laut berkebangsaan Inggris, yakni Kapten William Mynors. Saat itu, ia singgah di sebuah pulau, tepat pada perayaan natal, 25 Desember 1643. 

Ia merupakan master kapal milik East India Company (EIC) bernama Royal Mary. Yang mana, kapal ini beroperasi untuk EIC sepanjang tahun 1626-1939. Setelah ditemukan oleh William Mynors, pulau itu dimasukkan dalam peta navigasi Inggris dan Belanda sejak abad ke-17, tapi baru pada 1666 peta yang diterbitkan oleh kartografer Belanda Peter Goos memasukkan pulau tersebut. 

Melansir Wikipedia, selang beberapa abad selanjutnya, tepat pada 6 Juni 1888, Inggris Raya menganeksasi Pulau Natal atas desakan John Murray. Penyebabnya adalah kemunculan fosfat membuat Inggris tergiur akan klaim atas Pulau Natal. 

Setelah didirikannya pemukiman bernama Flying Fish Cove beserta perusahaan fostat, datang sekitar 200 buruh Tiongkok, 8 manajer Eropa, dan 5 polisi Sikh, untuk menjadi tenaga kerja, ditambah sejumlah kecil orang Melayu. 

 

Sayang, selama Perang Dunia I yang terjadi pada 1914-1918, penambangan fosfat berkurang. Di masa itu, terjadi konflik besar dengan Jepang, 900 tentara Jepang datang lalu menyerbu dan menduduki Pulau Natal. 

Kekejaman tentara Jepang adalah memenjarakan orang Eropa dan memburu 1.000 pekerja Melayu dan Tiongkok di hutan-hutan pulau itu. Singkat cerita, pada 1945 akhirnya hari-hari buruk di Pulau Natal selesai. 

Kekalahan Jepang di Perang Dunia II membuatnya mundul dari pulau ini, dan pulau jadi bebas. 

Melansir Parksaustralia.gov.au, pemerintah Australia dan Selandia Baru membeli Perusahaan Fosfat Pulau Christmas pada tahun 1949, dan tanggung jawab administratif atas pulau tersebut dialihkan dari Inggris ke koloni Inggris di Singapura. 

Namun, setelah Inggris menyerahkan sebagian besar koloninya setelah perang, Australia menyatakan minatnya utnuk mengakuisisi Pulau Natal ini. Akhirnya, pada tahun 1958, pulau ini dikeluarkan dari Singapura dan kedaulatannya dipindahkan ke Australia. 

Australia akhirnya membayar 2.800.000 Pound sterling sebagai kompensasi atas hilangnya pendapatan fosfat. Christmast Island menjadi wilayah Australia tepat pada 1 Oktober 1958, yang diperingati sebagai Hari Wilayah. 

Walau namanya Pulau Natal, ternyata pulau ini dihuni oleh mayoritas umat Muslim lho, Beauties!

Hal ini berkaitan dengan sejarahnya juga, dimana pulau ini sebenarnya tidak memiliki penduduk asli. Sebagian besar warganya adalah para imigran yang dulu bekerja di sini dan mereka juga yang berjuang untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari pemerintah Australia. 

Di antara para Imigran tersebut, terdapat kaum muslim yang akhirnya membawa ajaran agama Islam. Berdasarkan informasi di laman Index Mundi tahun 2021, populasi muslim di pulau tersebut sebanyak 19,4% dari total penduduk 1.402 jiwa. Sebagian besar merupakan imigran beretnis Melayu. Namun, etnis tersebut bukanlah kelompok mayoritas.

 

Ada beragam etnis di Pulau Natal ini. Yakni Anglo Australian, Eropan, Han (Tiongkok), dan sebagainya. Menurut data, penganut agama Budda di pulau ini ada sebanyak 18,3%, Roman Katolik 8,8%, Protestan 6,5%, serta kepercayaan sebanyak 27,7%. 

Dengan jumlah tersebut, Islam menjadi agama mayoritas kedua di pulau Natal. Adapun komunitas muslim lebih banyak tinggal di Flying Fish Cove atau dikenal dengan nama "Kampong". 

Sama seperti Indonesia dan Malaysia yang jadi mayoritas umat Muslim, di pulau ini juga sederet perayaan Islam digelar bahkan Idulfitri dan Iduladha masuk ke dalam daftar hari libur. Kalau Beauties berkunjung ke sini juga, akan menemukan banyak warga yang mengenakan sarung, baju koko, peci, atau gamis seperti kebanyakan umat Muslim. 

 

Ada sejumlah fakta menarik lain yang perlu kamu tahu tentang Pulau Natal. Seperti memiliki daya tarik wisatawan yang menawan, banyak surga tersembunyi yang bisa kamu temui, dan banyak objek wisatanya.

Selain itu, ternyata pulau ini menjadi tempat migrasi kepiting merah terbesar di dunia. Diperkirakan ada 4-50 juta lebih kepiting darat mewah yang akan bermigrasi di pulau ini, pada akhir November-Desember. Beauties akan melihat jalanan serta banyak wilayah di pulau ini berwarna merah, karena kepiting merah banyak berlalu-lalang. 

Nah itu dia sejarah Pulau Natal. Sudah terjawab maksud dari judul di atas?

Editor: Mustakim


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x