KLHK Minta Kallista Alam Segera Lunasi Dana Ganti Rugi Paling Lambat 18 November 2023

30 September 2023, 21:22 WIB
Dok. KLHK RI /

PIKIRAN ACEH – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) memberi tenggang waktu membayar ganti rugi materiil Rp 57.151.709.500 atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di di areal hutan gambut Tripa.

Ganti rugi ini merupakan tindak lanjut dari Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 50/PDT/2014/PTBNA Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung No. 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

"Atas pembayaran ganti rugi lingkungan Karhutla PT KA sebesar 50% kami menyampaikan terima kasih. Kami meminta agar PT KA segera melunasi kewajiban pembayaran ganti rugi paling lambat 18 November 2023. Pembayaran Ganti Rugi yang telah disetor ke Penerimaan Negara, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan melalui Sistem Informasi PNBP online (SIMPONI) dengan kode billing 820230831768782, tanggal billing 31-08-2023 dan tanggal pembayaran 04-09-2023 merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KLHK," ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam keterangan tertulis, Jumat (29/9/2023).

Baca Juga: AWF Tuntut Kallista Alam Segera Bayar Kompensasi Rp 251 Miliar untuk Pemulihan Hutan Gambut Tripa

Ganti rugi Karhutla yang telah dibayarkan PT. KA sebesar Rp 57.151.709.500 merupakan pembayaran awal atau 50% dari nilai ganti rugi lingkungan keseluruhan sebesar Rp 114.303.419.000. Adapun pelunasan pembayaran ganti rugi selanjutnya akan dilakukan pada 18 November 2023.

Rasio Ridho Sani menyampaikan komitmen KLHK untuk menindak tegas karhutla harus menjadi perhatian bagi semua pihak.

Pihaknya juga akan menggunakan semua instrumen hukum, baik penghentian, sanksi administratif, penegakan hukum pidana, termasuk gugatan perdata untuk memberikan efek jera dan mengembalikan kerugian lingkungan dan negara.

Rasio mengapresiasi komitmen pelaksanaan eksekusi putusan yang dilakukan PT KA. Menurutnya, hal ini perlu menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk segera melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Libatkan DLHK Nagan Raya dan Abdya

Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK Jasmin Ragil Utomo mengatakan pihaknya akan mengawal proses pemulihan lingkungan hidup terhadap lahan bekas terbakar yang dilakukan secara mandiri oleh PT Kallista Alam.

Dalam hal ini, KLHK akan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya.

"Pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA, haruslah diikuti dengan tindakan pemulihan lingkungan hidup karena keterlambatan setiap hari pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan akan menambah uang paksa (dwangsom) yang harus dibayarkan oleh PT KA," ucapnya.

Soal gugatan perdata karhutla, Ragil menambahkan saat ini KLHK telah menggugat 22 perusahaan. Adapun 14 perusahaan telah berkekuatan hukum tetap dengan total nilai putusan sebesar Rp 5.603.326.301.249.

Perusahaan ini terdiri dari 7 perusahaan proses eksekusi sebesar Rp 3.049.591.266.200 dan 7 perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp 2.553.735.035.049.

Sebagai informasi, pembayaran ganti rugi materiil oleh PT KA dilakukan setelah melalui serangkaian proses panjang di Pengadilan Negeri Meulaboh.

Baca Juga: Ganti Rugi Kebakaran Hutan, PT Kalista Alam Baru Bayar Denda Rp 57,1 Miliar, Segini Total Jumlahnya?

Proses ini kemudian didelegasikan ke Pengadilan Suka Makmue mulai dari permohonan eksekusi, pemberian teguran (aanmaning), pelaksanaan penilaian aset (appraisal) oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJJP) dan koordinasi intensif dengan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh maupun Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue.

Selanjutnya, langkah eksekusi putusan MA terus dilakukan hingga PT KA menyatakan komitmennya untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 114.303.419.000 paling lambat 18 November 2023.

Di samping membayar ganti rugi lingkungan, PT. KA menyanggupi untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup secara mandiri terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 ha.

Langkah pemulihan lingkungan dimulai dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK pada 7 Agustus 2023, dan membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan yang penghitungannya didasarkan atas kebijakan dan arahan dari Ketua Pengadilan Meulaboh maupun Suka Makmue.

Pemulihan hutan harus melibatkan semua stakeholder

Sementara itu, Direktur Eksekutif Aceh Wetland Foundation (AWF), Yusmadi mengatakan, hukuman atas kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT Kalista Alam juga harus diketahui oleh publik secara terang-benderang.

Apalagi tindakan pemulihan lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan ini secara mandiri di areal 1.000 hektare lahan gambut yang dibakar perlu dilakukan secara transparan.

“Apalagi nilainya mencapai Rp251 miliar. Jangan hanya menanam lalu mengklaim sudah membayar kompenasi, karena ada banyak kegiatan yang harus dipenuhi untuk kepentingan ekologi dan ekonomi masyarakat,” sebut Yusmadi.

Baca Juga: AWF Gelar Diseminasi Liputan Warga dari Rawa Tripa dengan Jurnalis dan Aktivis Lingkungan

Karena menurut Yusmadi, pemulihan ekosistem gambut harus dilaksanakan dengan prinsip mengembalikan air dan vegetasi, serta peningkatan perikehidupan masyarakatnya (sosial, budaya, dan ekonomi) atau dengan kata lain “Rewetting, Revegetation, and Improve local communities livelihood.” ***

Editor: Mustakim

Tags

Terkini

Terpopuler