Komnas HAM, Jelang Pemilu Tahun 2024 Praktek Politik Uang Berpotensi terjadi di Wilayah Industri

- 13 Mei 2023, 10:30 WIB
ILUSTRASI politik uang.
ILUSTRASI politik uang. /DOK. PIKIRAN RAKYAT/

PIKIRANACEH.COM - Memasuki tahun politik banyak persoalan yang muncul, dimana akan banyak praktek – praktek yang di luar dari aturan pemilu di gunakan untuk mencapai hajat kekuasaan, salah satunya adalah praktek politik uang.

Politik uang bisa dilakukan ke siapa saja (setiap orang) tapi hanya dalam masa pemungutan dan penghitungan suara. Dimana aturan yang sama juga mengatur larangan semua orang melakukan politik uang di masa tenang dan pemungutan suara.

Politik uang itu sendir adalah menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan  kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung.

Menanggapi permasalahn tersebut Komisioner Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Saurlin Siagian menilai, praktik politik uang masih berpotensi terjadi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Dimana ada beberapa temuan Komnas HAM yang dilakukan pada April-Mei 2023 memperlihatkan, sebagian besar praktik politik uang masih terjadi di wilayah industri di Indonesia, salah satunya di Jawa Timur.

Menurut Saurlin, potensi politik uang ini terjadi lantaran jumlah masyarakat yang berasal dari desa dan bekerja di kawasan industri cukup tinggi. "Ada 65.000 perusahaan dari data kita, dan tenaga kerja atau buruh itu sekitar 3,95 juta, problemnya adalah industri itu kan tersentralisasi ya, kompleks industri itu banyak utamanya di Sidoarjo, tetapi mereka secara identitas berada di desa-desa atau di pedesaan," kata Saurlin dalam Media Briefing di Kawasan Menteng, Jakarta, Kamis 12 Mei 2023.

Saurlin mengungkapkan, dari jumlah jutaan pekerja atau buruh yang bekerja di kawasan industri itu, jarak rumah dan tempat kerjanya rata-rata memiliki waktu tempuh sekitar 5 hari. Sementara itu, dalam aturan Pemilu, para pekerja itu harus menentukan pemilihan di desa tempat tinggalnya sesuai dengan daftar pemilih tetap (DPT) atau daftar pemilih sementara (DPS).

Berdasarkan temuan Komnas HAM, kondisi itu kerap dimanfaatkan oleh para peserta pemilu untuk memberikan fasilitas perjalanan bagi para pekerja atau buruh untuk bisa memberikan hak pilihnya. "Kenapa kita arahkan ke politik uang?

Karena pekerja atau asosiasi pekerja yang kami jumpai dimobilisasi yang punya uang," kata Saurlin. tentu kita tahu arahnya siapa, siapa yang bayarin mereka berangkat dari satu tempat ke tempat lain, berbus-bus. Potensinya di situ," ujar dia.

Komnas HAM berpandangan, mobilisasi yang dilakukan oleh oknum peserta pemilu akan menggeser kemurnian pilihan politik dari para pekerja di kawasan industri. Temuan ini akan disampaikan kepada penyelenggar pemilu termasuk KPU dan Bawaslu serta kepada kementerian lembaga terkait agar dicarikan solusinya.

Sebagai landasan hukum pelaku politik uang dalam Undang - Undang Pemilihan diancam pidana penjara sampai dengan 72 bulan (6 tahun) dan denda paling tinggi 1 milyar, sedangkan dalam UU Pemilu paling tinggi pidana penjara 4 tahun dan denda paling tinggi 48 juta. Secara substansi perbuatan politik uang sama, baik dalam Pemilu maupun pemilihan, yaitu tindakan suap. Menjadi masalah ketika ancaman pidananya dibedakan.***

Editor: Syahrul


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x