Arah Perjuangan Teungku Lah, Panglima GAM

22 Januari 2024, 01:23 WIB
Abdulah Syafi /

PIKIRAN ACEH - Tanggal 22 Januari 2024 genap 22 tahun kepergian sang Panglima Gerakan Aceh Merdeka Abdullah Syafi'i atau lebih akrab disapa dikalangan masyarakat Aceh dengan sebutan Tgk Lah.

Abdullah Syafi'i wafat dalam pertempuran di kawasan perbukitan Jim-jim, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya pada 22 Januari 2002 lalu.

Dalam pertempuran sengit dengan pasukan TNI tersebut selain Teungku Lah meninggal  bersama istrinya, Cut Fatimah serta dua pengawal setianya bernama Muhammad bin Ishak dan Muhammad Daud bin Hasyim.

Kepergian Teungku Lah menghadap sang Khalik telah menyisakan duka yang mendalam bagi masyarakat Aceh, dimana dimata masyarakat Aceh, Teungku Lah di kenal sosok yang regilius, sopan, santun dan tegas.

Dikutip dari laman Wikipedia, Abdullah Syafi'i lahir pada 17 Oktober 1947 Seuneubok Rawa Peusangan Bireuen. Beliau meninggal dalam usianya 55 Tahun. Di gampong itulah, Teungku Abdullah Syafie lahir. Jika merujuk keterangan yang tertulis di makam Blang Sukon, Cubo, Pidie Jaya, beliau lahir pada 17 Oktober 1947.

Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari sekolah tersebut, Teungku Lah memilih belajar agama di sejumlah Pesantren di Aceh. Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980 (ada juga kabar yang menyebutkan, Teungku Lah bergabung dengan GAM sehari setelah Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong Halimon).

Sebenarnya, masa muda Teungku Lah termasuk unik. Ia banyak terlihat dalam dunia teater bersama group Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri).

Pada awalnya ia memimpin satu peleton dari Markas Komando Pusat Tiro. Pada Mei 1995, pasukan Teungku Lah bergabung dengan pasukan Mantri Hamid Idris yang berbasis di Geulumpang Minyeuk. Pasukan ini memiliki sekitar 15 pucuk senjata berbagai jenis dan tergolong pasukan besar GAM sebelum era reformasi.

Pada 1 Januari 1996, Teungku Lah dilantik menjadi Panglima GAM Komando Pusat Tiro menggantikan Komandan Tgk. Pawang Rasyid yang gugur pada pertengahan 1995. Pasca reformasi, eskalasi konflik Aceh meningkat. Teungku Lah yang merupakan Panglima Tertinggi GAM secara otomatis menjadi buronan nomor 1 TNI.

Sebelum meninggal, Teungku pernah membuat wasiat, “Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka”.

Dikutip dari tulisan Taufik Al Mubarak Teungku Lah, demikian dia disapa, tak hanya mengajarkan prajuritnya cara berjuang dan istiqamah dalam perjuangan, melainkan juga bagaimana memperlakukan rakyat sebagai basis massa dan perisai tiada tara. Saya tak tahu apakah Teungku Lah membaca kisah Mao Tse Tung, yang mendidik pengikutnya saat melakukan long march yang hingga kini jadi materi ajar di sekolah-sekolah China?

Dalam suatu kesempatan, saat mengembangkan teknik-teknik perang gerilya, Mao mengajarkan pengikutnya. “Rakyat mirip dengan air,” nasehatnya. “Kita harus berenang di dalamnya seperti ikan. Pertama kali kita harus belajar dari massa dan kemudian mengajari mereka,” titahnya.

Dalam buku Kisah Para Diktator, saya sempat membaca, Mao menyandarkan perjuangannya pada petani sebagai pendukung, baik tempat persembunyian, suplai makanan maupun sebagai cadangan tentara. Soal ini, Mao berujar, “Peralatan bukan faktor penting di dalam perang. Yang penting adalah manusianya,” katanya.

Dari sejarah lisan yang beredar, termasuk pengalaman sendiri bertemu beberapa jam dengan Teungku Abdullah Syafie di sebuah tempat persembunyian, pertengahan 1999, saya jadi tahu betapa Teungku Lah sangat mencintai rakyat yang diperjuangkannya.

Meski tak gila hormat, semua rakyat sangat hormat padanya. Teungku Lah tak pernah merasa rendah jika harus duluan memberi salam kepada warga yang kebetulan berkumpul di Bale Jaga. Rakyat yang datang menemui, diterima dengan ramah. Mereka berbicara panjang lebar dan tertawa lepas bersama-sama. Jika kita tak mengenal Teungku Lah, kita sama sekali tak tahu bahwa orang yang cukup akrab dengan rakyat itu adalah Teungku Abdullah Syafie, panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) sebelum kemudian berganti nama menjadi Teuntara Negara Aceh (TNA).

Editor: Syahrul

Tags

Terkini

Terpopuler