Karakter Pancasilais

17 Februari 2024, 15:45 WIB
Kristia Ningsih /

Karakter Pancasilais

Oleh Kristia Ningsih

PIKIRAN PEMBACA - “Ferdy Sambo Rencanakan Pembunuhan Sejak di Magelang Karena Martabat Keluarganya Dihina” demikian bunyi berita Akun Instagram Tempo.co (12/8/22). Kisah tragis tewasnya Brigadir J bermula 8 Agustus 2022 lalu. Berita pun masih simpang siur. Mulai dari pengakuan pelecehan seksual hingga terbongkarnya rencana pembunuhan.

Kepala polisi RI memutasikan sepuluh orang yang terkait kasus tersebut. Kerja sama menutupi kriminalisasi ini beragam bentuknya. Ada pemaksaan menandatangani surat persetujuan autopsi kepada keluarga; janggalnya prosedur olah tempat perkara; hingga terintimidasinya keluarga saat serah-terima jenazah.

Rekayasa dan kerja sama ini jelas menentang undang-undang. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme; kasus ini disebut kolusi. Kolusi yakni permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar-penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.

Kode etik polisi, tidak professional.

Sebagai aparatur sipil negara di kepolisian, tindakan ini sangat disayangkan. Kasus ini juga menciderai definisi integritas yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2020. Pada pasal 1 disebutkan integritas adalah konsistensi berperilaku yang selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, dan jujur dalam hubungan dengan atasan, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, serta mampu mendorong terciptanya budaya etika tinggi, bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan beserta risiko yang menyertainya. Saat sendiri ataupun di hadapan orang lain.

 

 

Kasus ini menunjukkan tidak selarasnya nilai, norma dan/atau etika pelaku dalam berorganisasi. Ferdy Sambo telah tidak jujur pada atasannya, presiden; pada rekan kerja, yang tidak tahu menahu tentang kejadian sebenarnya; pada bawahan langsung, Brigadir J yang menjadi korban. Integritas Aparatur Sipil Negara yang diukur dari  kejujuran, tidak terlaksana; kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, terabai; kemampuan bekerja sama, justru untuk menutupi kejahatan diri; pengabdian kepada masyarakat, justru menorehkan aib bagi kepolisian.

Hal ini justru menunjukkan betapa berkelasnya sebuah integritas. Ia tidak mudah dimiliki, justru begitu seseorang berada di puncak kejayaannya, integritas ini menjadi semakin mewah. Kemungkinan kehilangan integritas justru semakin besar karena kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Untuk itu mari kita lihat, ciri-ciri orang yang berintegritas.

Pada laman kkp.go.id (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dijabarkan tanda orang yang berintegritas. Mereka yakni orang yang tidak memakai kedok; orang yang bertindak sesuai dengan ucapan; sama di depan dan di belakang; konsisten antara apa yang diimani dan kelakuannya; konsisten antara nilai hidup yang dianut dan hidup yang dijalankan.

Seseorang yang berintegritas akan sehat dan bugar fisiknya. Ia tenang beraktivitas dengan pekerjaan sehari-harinya sebab tidak melanggar nilai-nilai integritas. Bila seseorang bekerja sesuai petunjuk dan aturan, ia mudah mengoptimalkan kinerja otak, mengekspresikan intelektualitasnya.

Terkadang, di setiap instansi, kita pasti menemukan seseorang yang penuh motivasi, empati, serta rasa solidaritas tinggi. Ia seperti kartu as dalam organisasi, mengapa? Ia memiliki integritas emosional. Serupa halnya dengan integritas spiritual, seseorang akan bijak dalam bertindak ataupun berkeputusan.

Seseorang akan mampu bekerja sama dan mengembangkan hubungan antar individu maupun lingkungan masyarakat, bila ia memiliki integritas sosial. Sederhananya, integritas ialah sifat  yang mencakupi  jujur dan bisa dipercaya; mempunyai komitmen; bertanggung jawab; menepati ucapannya; setia; menghargai waktu; mempunyai prinsip serta nilai-nilai hidup.

Ketika seorang ibu memprioritaskan putra putrinya di atas pekerjaan, ia memiliki integritas, totalitas dalam tugas. Seorang pedagang cabai tak curang timbangan sebab integritas kejujuran tumbuh dalam dirinya. Seorang muadzin yang tak lelah tepat waktu untuk mengumandangkan adzan tentu karena ia memiliki integritas kedisiplinan.

Guru yang memberi sanksi saat siswanya berpotensi terjerumus dalam pelanggaran adab, ia berintegritas. Ketika guru membuat peraturan jangan terlambat, ia tepat waktu memulai jam pertama, ia sudah mencontohkan integritas; sesuai ucapan dengan perbuatan. Siswa akan respek dan terbentuk jiwa integritasnya. Tak ada lagi istilah, ‘murid telat dihukum, guru telat tidak dihukum.’

Tak akan ada istilah ‘hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas’. Ketika seorang hakim tak mempan disuap, integritas tak bisa ditebas. Demikian halnya dengan chef di televisi yang mengaku masakannya lezat; bila itu yang sebenarnya, bukan sandiwara pertelevisian, itulah integritas. Ia dan siarannya bukan penggila popularitas, melainkan menyajikan tayangan memasak berkualitas. Demikian halnya, dengan penulis yang tidak lupa mencantumkan sumber bacaan. Ia tidak melakukan plagiarisme. Ia memiliki integritas.

 

 

Sebuah pertanyaan penting sebagai penutup, bagaimana menghidupkan integritas? Sederhana saja. Mari kita kembali mengenang serta mengulang, polos, bersih dan murninya anak lima tahun. Sejatinya, jujur adalah sifat asal seorang manusia. Demikian halnya dengan sifat enggan menyakiti orang lain. Semoga di tahun 2024, kita semakin merdeka. Seperti bunyi Pancasila, bahwa manusia yang adil dan beradab atau berintegritas dapat membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.***

Editor: Mustakim

Terkini

Terpopuler