Network
PIKIRANACEH.COM - Aceh benar-benar seperti sedang dikepung oleh pasukan musuh. Setidaknya begitulah persepsi publik yang sedang terbangun. Berbagai hantaman dan serangan silih berganti terus berdatangan secara sporadis. Belum tuntas satu masalah, persoalan yang baru mengantri.
Serangan kerap ditujukan terhadap infrastruktur keistimewaan Aceh dengan maksud untuk melemahkan berbagai hak-hak khusus yang dimiliki. Dan kemarin baru saja kita baca berita di media soal lampu hijau beroperasi kembali bank konvensional di Nanggroe Aceh digulirkan oleh OJK.
Baca Juga: Penyebab Azwardi dan Bakri Siddiq Terhempas dari Kursi Pj Walikota
Tidak bermaksud menghakimi bank konvensional, namun karena ada Qanun LKS yang meniadakan selain pola bank syariah, tetapi mengapa pemerintah termasuk pemprov Aceh sendiri kelihatan tidak serius mempertahankan keistimewaan yang dimiliki tersebut.
Sehingga kita bisa sebut, serangan itu tidak hanya datang dari luar tetapi juga dari dalam. Pihak luar tak jarang mendiskreditkan Aceh melalui narasi-narasi yang dibangun dikaitkan dengan penerapan syariat Islam, sedangkan pihak dalam (internal) mempreteli aturan (qanun) yang ada agar keistimewaan ini bisa dilucuti satu persatu.
Bak gayung bersambut, hantaman dari luar menyatu dengan kepentingan orang-orang dalam, maka kekuatan mereka semakin solid dan sempurna. Menjadi kekuatan yang sangat efektif untuk menyerang.
Baca Juga: OJK Beri Sinyal Bank Konvensional Kembali ke Aceh
Masyarakat Aceh sendiri juga terbelah dalam menyikapi kembalinya bank konvensional, ada yang mendukung, menolak, dan ada juga tanpa sikap apapun. Kondisi ini dikuatirkan munculnya benih-benih perpecahan yang dikuatirkan berubah menjadi konflik vertikal dan horizontal yang lebih luas.
Terkait hal itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk H Faisal Ali sudah menanggapi pernyataan pihak OJK pusat yang berwacana menghidupkan kembali bank konvensional di Aceh.
