Mengapa Bangsa Kurdi Diperangi?

- 26 Desember 2023, 10:30 WIB
Foto anak Kurdi (Ilustrasi)
Foto anak Kurdi (Ilustrasi) /Hamdani/

Bangsa Kurdi kerap menjadi korban kekerasan dan penindasan di setiap negara yang mereka diami di kawasan Timur Tengah. Tidak hanya di Irak, Iran, begitu pula di Turki. Padahal sesama muslim. 

Sebagai suku non Arab, etnis Kurdi merupakan ras Indo-Eropa beberapa kali telah menjadi sasaran persekusi pemimpin Arab. Sebagaimana terjadi di Irak saat rezim Saddam Hussein berkuasa.

Baca Juga: Kalah, Israel Akhiri Serangan Darat di Jalur Gaza

Namun ada juga yang berpendapat bahwa suku Kurdi berasal dari suku Bangsa Medes yang masuk ke Parsi (Iran) dari kawasan Asia Tengah sejak 3.000 tahun lalu (Sahide, 2011). Mereka menguasai daerah pegunungan Parsi dari tahun 614 sampai 550 SM.

Perjuangan bangsa Kurdi untuk memiliki negara "Kurdi Merdeka" sudah berlangsung sejak lama atau abad ke-19, dan melahirkan Perjanjian Sevres 1920, namun perjanjian tersebut tidak pernah terealisasikan.

Kurdi atau Kurdistan memiliki segala kelengkapan sebagai bangsa: tanah, rakyat, sejarah, bahasa, tradisi, bahkan para pahlawan. Tapi hingga kini tak kunjung menjadi sebuah negara.

Paska Perang Dunia I dan kejatuhan Ottoman yang dikalahkan oleh Inggris dan sekutunya, wilayah yang dikuasai bangsa Kurdi kemudian terintegrasi ke dalam wilayah beberapa negara (Turki, Irak, Iran, Suriah, dan Uni Soviet/Rusia saat ini) sehingga menimbulkan hambatan geografis.

Dalam perjuangan mewujudkan impian tersebut, puluhan ribu jiwa Kurdi telah terbunuh termasuk perempuan dan anak-anak menjadi korban gempuran dan pembantaian oleh tentara negara-negara yang tidak menginginkan mereka merdeka.

Serangan besar-besaran secara militer terhadap komunitas Kurdi terjadi di Turki, Irak, dan Iran. Pada saat tertentu ketiga negara tersebut menjalin kerjasama untuk menekan Kurdi dengan dalih memerangi kelompok teroris.

Kehidupan bangsa Kurdi terpencar di antara negara Turki, Suriah, Iran, dan Irak. Mereka sudah lama hidup sengsara dan terlunta-lunta di bawah rezim politik non-Kurdi (Arab, Persia, Turki, dan lain sebagainya). Etnik Kurdi umumnya Muslim Sunni seperti muslim Indonesia.

Kini, sekitar 30 juta warga Kurdi tinggal di daerah-daerah pegunungan di Turki, Suriah, Irak, dan Iran.

Bangsa Kurdi sempat mengecap masa keemasan dalam sejarah mereka. Mereka memiliki seorang tokoh pejuang dan pemimpin yang luar biasa seperti Shalahuddin Al Ayyubi (Kurdistan Irak), ia dikenal sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah, yang kekuasaannya meliputi Mesir, Suriah, Mekkah, Madinah, sebagian Yaman, Irak, dan Palestina.

Ada juga seorang ilmuwan paling masyhur seperti Ibnu Taimiyah yang karyanya masih menjadi rujukan para pencari ilmu hingga saat ini.

Menurut Council on Foreign Relations, 14,7 juta warga Kurdi berada di Turki, 8,1 juta orang lainnya di Iran, 5,5 juta orang di Irak, dan 1,7 juta orang mendiami Suriah. (antara news, 03 Oktober 2023)

Bangsa Kurdi memiliki beberapa suku di dalamnya. Salah satu suku yang sangat dikenal di kalangan muslim Indonesia adalah suku Barzanji. Suku ini berada di kawasan Sulaimaniyah di kawasan Irak Kurdistan.

Di Indonesia sendiri ulama-ulama Kurdi sangat populer seperti Shaikh Ibrahim al-Kurani yang menjadi guru sejumlah ulama Nusantara terkemuka seperti Syaikh Abdul Rauf al-Sinkili (Aceh) dan Syaikh Yusuf Makasar.

Bahkan Kitab Maulid al-Barzanji atau Barzanji yang kerap dilantunkan setiap malam Jum'at di masjid-masjid terutama di bulan Maulud (di Aceh: mulai bulan rabiul awal-jumadil akhir) itu ditulis oleh seorang ulama Kurdi bernama Syaikh Ja'far bin Husan al-Barzanji.

Kitab yang judul aslinya Iqd al-Jauhar fi Maulid al-Nabi al-Azhar yang berisi puji-pujian terhadap Nabi Muhammad itu telah disyarah oleh berbagai ulama terkemuka termasuk Syaikh Ja'far bin Ismail al-Barzanji (mufti mazhab Syafii di Medina di abad ke-19), Syaikh Muhammad Ulaysh (mufti mazhab Maliki di Kairo di abad ke-19), dan Syaikh Nawawi al-Bantani (ulama Banten yang menetap di Makkah yang wafat tahun 1898).

Mengutip analisis Council on Foreign Relations pada 2019, bangsa Kurdi bermigrasi ke kawasan-kawasan perkotaan, seperti Istanbul, Damaskus, dan Teheran, guna berintegrasi dan berasimilasi. 

Tetapi ada juga yang memilih menetap di tanah leluhur, sambil menjaga sekuat tenaga identitas aslinya.

Terdapat pula sekitar 2 juta diaspora Kurdi yang sebagian besar menetap di Eropa. Mereka banyak ditolong oleh berbagai kelompok relawan, termasuk komunitas gereja, untuk dicarikan tempat tinggal dan pekerjaan.

Perjuangan etnis Kurdi mendapatkan pengakuan secara politik, ekonomi, sosial budaya tanpa diskriminasi dan keinginan memiliki negara sendiri berjalan sangat lambat. Terhitung sudah sejak zaman kuno hingga sekarang selalu gagal total.

Baca Juga: SBY Terisak di Kuburan Massal Siron

Kegagalan ini dihasilkan oleh banyak faktor. Selain tidak mendapatkan dukungan Barat, juga antar sesama Kurdi sendiri terjadi perpecahan dan memiliki kepentingan yang berbeda yang bergantung di negara mana mereka berada.

Jika kita melihat secara faktual, dapat dikatakan nyaris tidak mungkin negara Kurdi Merdeka akan terwujud mengingat sebaran wilayah yang dikuasai masuk kedalam tiga negara utama yang telah disebutkan di atas. 

Hanya ada satu-satunya cara adalah menunggu negara-negara tersebut runtuh. Sekali lagi itu juga mustahil terjadi dan tidak masuk akal.

Editor: Hamdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah