Arah Perjuangan Teungku Lah, Panglima GAM

- 22 Januari 2024, 01:23 WIB
Abdulah Syafi
Abdulah Syafi /

Dikutip dari tulisan Taufik Al Mubarak Teungku Lah, demikian dia disapa, tak hanya mengajarkan prajuritnya cara berjuang dan istiqamah dalam perjuangan, melainkan juga bagaimana memperlakukan rakyat sebagai basis massa dan perisai tiada tara. Saya tak tahu apakah Teungku Lah membaca kisah Mao Tse Tung, yang mendidik pengikutnya saat melakukan long march yang hingga kini jadi materi ajar di sekolah-sekolah China?

Dalam suatu kesempatan, saat mengembangkan teknik-teknik perang gerilya, Mao mengajarkan pengikutnya. “Rakyat mirip dengan air,” nasehatnya. “Kita harus berenang di dalamnya seperti ikan. Pertama kali kita harus belajar dari massa dan kemudian mengajari mereka,” titahnya.

Dalam buku Kisah Para Diktator, saya sempat membaca, Mao menyandarkan perjuangannya pada petani sebagai pendukung, baik tempat persembunyian, suplai makanan maupun sebagai cadangan tentara. Soal ini, Mao berujar, “Peralatan bukan faktor penting di dalam perang. Yang penting adalah manusianya,” katanya.

Dari sejarah lisan yang beredar, termasuk pengalaman sendiri bertemu beberapa jam dengan Teungku Abdullah Syafie di sebuah tempat persembunyian, pertengahan 1999, saya jadi tahu betapa Teungku Lah sangat mencintai rakyat yang diperjuangkannya.

Meski tak gila hormat, semua rakyat sangat hormat padanya. Teungku Lah tak pernah merasa rendah jika harus duluan memberi salam kepada warga yang kebetulan berkumpul di Bale Jaga. Rakyat yang datang menemui, diterima dengan ramah. Mereka berbicara panjang lebar dan tertawa lepas bersama-sama. Jika kita tak mengenal Teungku Lah, kita sama sekali tak tahu bahwa orang yang cukup akrab dengan rakyat itu adalah Teungku Abdullah Syafie, panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) sebelum kemudian berganti nama menjadi Teuntara Negara Aceh (TNA).

Halaman:

Editor: Syahrul


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah