Daftar Khatib Jumat se-Aceh Besar, Prof Fauzi Saleh di Masjid Buengcala: Shalat dan Qurban Indikator Ketakwaan

- 13 Juni 2024, 22:02 WIB
Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr Tgk Fauzi Saleh, Lc MA
Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr Tgk Fauzi Saleh, Lc MA /Hamdani/

PIKIRANACEH.COM -  Al-Quran telah memberikan solusi bagaimana manusia memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah Swt. Pemanfaatan itu merupakan salah satu makna syukur nikmat. Karena itu, Al Quran Surat Al Kautsar memberikan penekanan dua aspek dalam kaitannya dengan syukur nikmat, yang pertama, shalat.

Guru Besar pada Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Tgk Fauzi Saleh, MA, akan menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum'at di Masjid Jamik Buengcala Kecamatan Kuta Baro, 14 Juni 2024 bertepatan dengan 7 Dzulhijjah 1445 H.

Baca Juga: Ini Respons DPRK soal Kasus HIV/AIDS di Banda Aceh

“Shalat merupakan ibadah yang menjadi pilar utama. Bila shalat seseorang baik maka baiklah seluruh amal ibadahnya. Sebaliknya, bila ia tidak baik maka gagal dan gugurlah amal perbuatan manusia,” ungkapnya. 

Karena itu, menurut Prof. Fauzi Saleh, perhatian shalat itu menjadi keutamaan dalam substansi Al Quran dan Sunnah. Ia menjadi indikator keshalehan dan kebaikan seseorang dalam hidupnya. Perintah shalat disebut berulang-ulang dalam Al Quran. Bahkan dalam kehidupan, shalat diperingatkan paling tidak lima kali sehari dalam bentuk azan. 

Dalam kaitannya dengan Al Quran Surat Al-Kautsar, shalat yang dimaksud menurut sebagian ulama adalah shalat Idul Adha yang merupakan rangkaian kegiatan syiar ibadah pada hari itu yang diawali dengan takbir dan seterusnya dan shalat dua raka'at dilanjutkan dengan khutbah.

Syukur nikmat yang kedua, nahr (qurban). Ia adalah ibadah yang amat dicintai oleh Allah pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik. Secara historis, manusia diuji dengan persembahan qurban. Untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt untuk menentukan siapa yang berhak menikahi Iqlima, Qabil dan Habil diperintahkan untuk berqurban. 

Ia menegaskan, ketakwaan itu kemudian menjadi indikator diterima qurban dan itu dimiliki Habil. Nabi Ibrahim diuji dengan qurban dengan menyembelih anaknya. Dengan ketaqwaan pula, Ismail digantikan dengan kibasy sebagai mazbuh (yang disembelih). 

Halaman:

Editor: Hamdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah