Mengapa Guru Dibiarkan Mengadu Nasib dalam Pusaran Pinjol?

- 14 Agustus 2023, 20:58 WIB
Ilustrasi Gantung Diri Diduga Karena Pinjol
Ilustrasi Gantung Diri Diduga Karena Pinjol /Hamdani/

PIKIRANACEH.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh baru saja merilis data jumlah utang masyarakat Aceh di platform fintech peer to peer lending (pinjol), baik legal dan ilegal. Besarannya fantastis, Rp1,9 triliun.

Hingga Juni 2023 total atau kumulatif dari pinjol yang ada di Aceh sudah Rp1,9 triliun. Rata-rata pinjaman Rp2 juta - Rp5 juta.
Demikian kata Kepala OJK Aceh Yusri di Banda Aceh, Rabu (9 Agustus 2023).


Menariknya adalah ternyata orang yang berprofesi sebagai guru merupakan kelompok mayoritas peminjam, jumlahnya mencapai 42 persen. Apakah ini berarti guru-guru di Aceh kekurangan uang?

Jika dilihat secara empiris, kehidupan guru di Indonesia memang belum begitu sejahtera. Meskipun katanya PNS dijamin kesejahteraan mereka oleh negara, namun faktanya masih banyak guru yang terpaksa bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Baca Juga: Pendampingan Individu Ke-3, Implementasi Pembelajaran yang Berpihak Kepada Murid

Kita bisa temukan guru-guru yang menjadi driver ojek, pedagang asongan, dan lebih menyedihkan ada yang bekerja sebagai pemulung sampah selepas mengajar di sekolah.

Sementara mereka juga sudah terlilit hutang bank sejak jadi PNS dan SK nya dijadikan sebagai jaminan untuk mendapatkan kredit rumah, motor, dan biaya pendidikan anak-anak mereka.

Maka tidak heran jika kemudian banyak guru-guru yang terikat dengan pinjaman online (pinjol) sebagimana dirilis OJK. Ini adalah kenyataan betapa kepedulian negara terhadap kesejahteraan guru masih rendah dibandingkan dengan PNS non guru.

Pemerintah boleh mengatakan untuk meningkatkan kesejahteraan, para guru sudah diberikan tunjangan profesi seperti tunjangan sertifikasi guru. Tetapi dengan biaya hidup yang kian hari semakin mahal, menyebabkan perbaikan kesejahteraan itu tidak pernah tercapai.

Anggaran daerah untuk guru pun tidak begitu menggembirakan, konon untuk mendapatkan TC (tunjangan daerah) dari APBK saja tidak jelas. Bahkan tidak diberikan dengan alasan tidak boleh menerima tunjangan ganda. Sementara untuk PNS yang bekerja di perkantoran malah memperoleh tunjangan yang cukup besar.

Kelihatannya ada yang tidak adil disini yang kemudian menciptakan gap dan melahirkan kecemburuan sosial.

Di sisi lain pemerintah menuntut guru untuk bertanggungjawab terhadap mutu pendidikan dan kualitas lulusan yang berdaya saing. Bagaimana hal ini bisa terwujud manakala guru dipaksa bekerja dengan tingkat kesejahteraan yang buruk. Pastinya mereka tidak akan fokus bekerja karena harus memikirkan dapur rumah mereka tetap mengepul, dan biaya hidup keluarganya terpenuhi.

Baca Juga: Kepala SMAN 10 Fajar Harapan Banda Aceh Serahkan Sumbangan untuk Santri Dayah Wakaf Barbate

Akhirnya apa yang dilakukan? Tentu saja mencari pendapatan tambahan dengan melakukan pekerjaan sampingan (side job). Akibatnya konsentrasi mereka mengajar menjadi terpecah, dan waktu nya terbagi untuk banyak hal di luar kegiatan belajar mengajar.

Guru di negeri ini masih dipandang sebelah mata. Kasta para guru masih lebih rendah di bawah pejabat daerah yang memegang jabatan mentereng di gedung-gedung cakar langit. Guru dianggap sebagai buruh yang dipekerjakan di sekolah-sekolah dan tidak perlu dibayar mahal.

Ironi memang nasib guru di negeri khatulistiwa termasuk di tanah Sermbi Mekkah ini. Kepedulian terhadap perbaikan nasib guru masih sebatas retorika, lips service, dan hanya pemanis mulut sang pejabat belaka.

Kapankah derita guru yang penuh derai air mata berganti dengan kebahagiaan dan kesejahteraan? Wallahu 'alam.***

Editor: Hamdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah