Immoral dan Cacat Moral

- 29 Agustus 2023, 09:11 WIB
Gambar Ilustrasi Gam Cantoi, Serambi Indonesia
Gambar Ilustrasi Gam Cantoi, Serambi Indonesia /Hamdani/

PIKIRANACEH.COM - Berbicara tentang moral berarti kita membahas tentang etika. Belakangan topik etika banyak diulas oleh pengamat politik Rocky Gerung. Ia dikenal sebagai akademisi dan pengajar filsafat oleh sejumlah kalangan terutama para netizen yang kerap mengikuti ceramah-ceramahnya.


Melalui media sosial dan televisi Rocky Gerung menyapa masyarakat Indonesia dengan pemikirannya yang dikenal tajam dan kritis.

Rocky Gerung banyak menyoroti perilaku politisi dan pejabat publik yang menurutnya tidak becus mengurus negeri. Bahkan sentilan bajing*n t*l*l pun dialamatkan kepada jabatan presiden yang ia duga sang pejabatnya telah mengkhianati konstitusi.

Baca Juga: Selebgram Aceh Ditangkap Gegara Promosi Situs Judi Online di Medsos

Politisi yang layak dipilih sebagai pejabat publik menurut Rocky Gerung adalah mereka-mereka yang tidak memiliki masalah dengan etika dan moral. Katanya lagi, saat ini moral pejabat Indonesia sangat rendah.

Menurut Rocky Gerung pejabat Indonesia terlalu memikirkan elektabilitasnya. Sehingga melupakan etika dan moral. Bukan hanya tidak menghiraukan moral bahkan jika dengan sengaja melakukan pelanggaran-pelanggaran moral, maka ia disebut immoral.

Immoral merupakan perbuatan yang tidak bermoral, bertentangan dengan moral dan tindakan yang tidak etis atau tidak berakhlak.

Suatu perbuatan disebut immoral jika pelaku, berdasar norma yang berlaku, sangat sadar dan tahu bahwa perbuatannya buruk/salah tetapi secara bersengaja tetap melakukannya. (Felix Tani)

Derajat immoral itu lebih rendah dari amoral.

Karena moral itu berfungsi untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan serta kebijakan yang disadari atas kesadaran kewajiban yang berlandaskan moral.

Moral juga difungsikan untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi landasan rasa percaya terhadap sesama.

Bagaimana dengan Politisi Aceh?

Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh telah mengumumkan Daftar Caleg Sementara/DCS (Daftar Calon Legislatif Sementara) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Pemilu 2024 pada hari Sabtu 19 Agustus 2023.

Dari daftar tersebut sejumlah 1.385 orang nantinya akan berkompetisi untuk mendapatkan kursi parlemen provinsi dari setiap Daerah Pemilihan (Dapil) yang terbagi kepada 10 Dapil di Aceh.

Informasi yang dirilis oleh KIP Aceh itu tentu saja sangat berguna sebagai preferensi bagi masyarakat pemilik hak pilih untuk mengetahui dan mengenal lebih jauh calon anggota legislatif yang akan dicoblos pada hari pemungutan suara di bulan Februari 2024.

Sebagai pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab pastinya akan menimbang secara matang sebelum memutuskan untuk siapa suaranya bakal diberikan. Sebab kita sadari hasil pemilu akan berdampak secara jangka panjang terhadap pembangunan Aceh kedepan.

Baca Juga: KIP Aceh Fokus Laksanakan Tahapan Pemilu Bersamaan Secara Nasional

Secara seremonial caleg yang diajukan untuk dipilih oleh masyarakat tersebut merupakan orang-orang yang layak ditawarkan oleh partai politik peserta pemilu. Artinya mereka sudah melewati serangkaian penilaian internal partai. Meskipun sudah lulus uji kelayakan ditingkat internal partai, namun bisa saja belum tentu layak menurut penilaian pemilih.

Masyarakat memandang bahwa untuk menjadi seorang pejabat publik, salah satu indikator yaitu moralitas. Aspek ini memiliki nilai lebih tinggi dari kapasitas kecerdasan intelektual. Maka kontestan yang masih memiliki catatan buruk tentang moralitas tidak layak diajukan sebagai pejabat publik.

Catatan negatif rekam jejak moralitas rendah itu dapat kita perhatikan pada kasus-kasus pelanggaran HAM Berat yang pernah melibatkan mereka, bahkan dia bahagian dari aktor utama. Termasuk di dalamnya pelaku korupsi, mafia narkoba, pemerkosa anak dibawah umur, kejahatan seksual, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan tidak menjalankan perintah agama dengan baik.

Dalam konteks Aceh, baik di masa lalu maupun saat ini, kita bisa menginventarisir siapa saja mereka yang telah menumpahkan darah dan air mata bangsa Aceh dengan aksi brutal yang pernah dilakukan. Atau dengan perintah nya membuat orang lain celaka dan binasa. Orang-orang seperti itu tergolong cacat moral. Maka dia tak layak dipilih.

Uji loyalitas bukan moralitas

Tidak banyak partai memang yang masih menjaga kualitas nilai dalam percaturan politik. Tentu masih ada beberapa yang tetap menjaga role politik sebagai alat memperjuangkan kesejahteraan masyarakat bukan untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompok.

Sebab itu, sangat sedikit kemudian partai politik yang betul-betul mempersiapkan kader-kader mereka lahir dan batin untuk kepentingan masyarakat yang menghadirkan kesejahteraan, keadilan, dan kemajuan.

Kendati begitu, ada pengakuan seorang kader partai lokal yang sekarang masuk dalam DCS yang diumumkan KPU/KIP. Ia mengatakan kepada penulis bahwa partainya melakukan seleksi ketat saat memilih kader-kader yang akan ajukan sebagai Bacaleg hingga menjadi Caleg pada pemilu 2024.

Termasuklah proses seleksi yang dilakukan itu yakni uji kelayakan dan kepatutan, selain uji membaca Alquran. Harapan partai tentunya ingin mendapatkan kader-kader yang proper, memiliki integritas, dan memenuhi syarat khusus sebagai wakil rakyat yang ideal nantinya. Maka integritas adalah inti dari moralitas.

Namun ada juga partai yang menyeleksi kader nya tidak mempersoalkan moralitas, artinya walaupun mantan napi korupsi tetap lolos penilaian internal partai. Justru yang paling utama adalah loyalitas, atau dengan istilah di era rezim ini disebut tegak lurus terhadap apapun kata partai. Kendati jalan yang diambil oleh partai tidak sesuai dengan pandangan kader, namun wajib patuh.

Sampai disini memang bikin kepala rakyat geleng-geleng dan tak habis pikir. Bagaimana mungkin orang yang sudah terbukti pernah melakukan perbuatan pelanggaran hukum dan moral masih diberikan panggung. Bahkan begitu keluar penjara jadi ketua partai dan dihormati pula. Inilah akal sungsang (sakit jiwa) yang masih dipelihara di negeri ini.

Maka sudah saatnya rakyat mengevaluasi semua politisi sakit jiwa yang masih bermunculan, dan sebenarnya mereka harus sadar diri akan kecacatan moral yang dialami. Sehingga tidak perlu memaksa diri untuk bernafsu merebut kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat, bangsa dan negara sebab itu memalukan.

Dengan kata lain tolak politisi bajingan tolol pada pemilu 2024. Indonesia butuh jalan kembali kepada khitahnya terutama dalam hal pengelolaan sumberdaya alam yang ditujukan untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Hal ini baru bisa dilakukan hanya dengan jalan perubahan.***

Editor: Hamdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x