Muntasir Wan Diman Terima Penghargaan Syah Alam

- 8 November 2023, 09:40 WIB
Ir Muntasir Wan Diman MM  mendapat anugerah budaya  Syah Alam yang diberikan Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al-Haytar  di Pendopo Wali Nanggroe, Aceh Besar, Senin (6/11/2023)
Ir Muntasir Wan Diman MM mendapat anugerah budaya Syah Alam yang diberikan Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al-Haytar di Pendopo Wali Nanggroe, Aceh Besar, Senin (6/11/2023) /Pikiran Aceh/nasir/

Muntasir Wan Diman Terima Penghargaan Syah Alam

PIKIRAN ACEH  –  Tokoh sejarah dan  peradaban melayu Aceh Tamiang, Ir Muntasir Wan Diman MM  mendapat anugerah budaya  Syah Alam yang diberikan Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al-Haytar  di Pendopo Wali Nanggroe, Aceh Besar, Senin (6/11/23)

Pemberian penghargaan tersebut  merupakan rangkaian Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 8 di Banda Aceh

Penghargaan  yang diberikan Muntasir Wan Diman atas sumbangsih dan konsistensinya dalam pelestarian adat dan budaya, terutama sejarah dan peradaban melayu di Bumi Muda Sedia

Pj  Bupati Aceh Tamiang, Meurah Budiman menyampaikan apresiasi besar kepada Muntasir Wan Diman. Dikatakan Meurah, yang bersangkutan memang dikenalnya sebagai orang yang konsisten memberikan sumbangsih menjaga sejarah serta memajukan peradaban melayu Tamiang.

“Alhamdulillah, selamat untuk Pak Muntasir. Kami atas nama Pimpinan Daerah Aceh Tamiang mengapresiasi Penetapan Anugerah Budaya Syah Alam. Anugerah ini menjadi bukti keseriusan kita melestarikan Adat dan Budaya Aceh Tamiang,” ungkap Meurah memuji.

Baca : PKA ke 8, Rempahkan Bumi Pulihkan Dunia

Diterangkan Meurah, dirinya yakin anugerah ini merupakan kebanggaan bagi masyarakat Aceh Tamiang.

“Ini menjadi evidence, bahwa apa yang diwariskan para pendahulu kita masih terpelihara dan terjaga dengan baik. Sekali lagi saya ucapkan selamat, semoga pak Mun semakin berkiprah menjaga sejarah dan memajukan peradaban melayu Tamiang,” pungkas Pj Bupati Meurah.

Sebelumnya, Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar dalam sambutannya menyampaikan, seperti tahun-tahun sebelumnya Lembaga Wali Nanggroe kembali memberikan anugerah budaya, bertepatan dengan PKA-8 tahun 2023.

“Penyerahan anugerah tentunya bukan sebuah hal kebetulan, melainkan hasil proses panjang, mulai dari tahapan rapat persiapan, pendaftaran, penilaian, hingga verifikasi calon penerima anugerah. Begitu pula dengan calon penerima untuk setiap masing-masing kategori. Anugerah yang diserahkan malam ini juga bukan hasil yang diperoleh secara instan, tapi buah dari dedikasi berpuluh tahun lamanya,” ujarnya.

Oleh karena itu, tutur Malik Mahmud, jika dibandingkan dengan apa yang telah diabdikan oleh masing-masing calon penerima, anugerah ini tentunya tak dapat dibanding-bandingkan.

Baca : Kabupaten Aceh Timur Juara Pertama Pameran Kuliner di Even PKA ke-8

“Namun inilah salah satu bentuk nyata upaya kami dalam menghargai dan mengapresiasi setinggi-tingginya jasa besar para penjaga warisan indatu di bumi Serambi Mekkah ini,” ungkapnya.

Malik Mahmud menambahkan keberadaan Lembaga Wali Nanggroe merupakan salah satu manifestasi dari perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia pada 2005 lalu.

Dalam UUPA dan Qanun Nomor 10 tahun 2019, disebutkan bahwa salah satu wewenang Lembaga Wali Nanggroe adalah memberikan  gelar atau derajat.

“Dimana dalam qanun ini disebutkan antara lain; Lembaga Wali Nanggroe mempunyai wewenang untuk memberikan dan mencabut gelar kehormatan kepada seseorang atau badan dengan nama-nama gelar berdasarkan tradisi sejarah, bahasa, dan adat istiadat rakyat Aceh,” jelasnya.

Sehingga, pemberian gelar khususnya di bidang kebudayaan, sangat penting untuk dilaksanakan secara berkelanjutan. Karena budaya merupakan identitas suatu bangsa.

Baca : Peserta Lomba Boh Gaca di Penghelatan Budaya 8 Aceh, Ini Makna dan Motifnya

Menurut Wali, khusus bagi bangsa Aceh, menjaga warisan budaya sama artinya dengan menegakkan agama. Karena kebudayaan Aceh selalu berlandaskan pada pondasi dimensi Islami.

“Filosofi hidup orang Aceh muncul sebuah Hadih Maja, “hukom ngen adat, lage zat ngen sifuet”.

Dimensi tersebut telah membentuk pola hukum dan kebudayaan dalam masyarakat Aceh sehingga “adat han jeut barangkahoe takong, hukom han jeut barangkahoe takieh,” ungkapnya.

“Ini adalah bukti indikator natural, bahwa orang Aceh menjaga adat dan kebudayaannya dengan benteng agama,” tambah Wali.

Malik Mahmud berharap, apa yang telah didedikasikan para penerima anugerah selama ini, agar dapat terus ditingkatkan. selain itu, ia juga berharap akan lahir generasi-generasi baru yang dididik untuk menjadi penjaga dan pelestari khazanah kebudayaan Aceh.

Sebelumnya, Lembaga Wali nanggroe Aceh memberikan penghargaan kepada 13 orang yang berjasa serta berkontribusi dalam seni, adat dan budaya. Dalam pada itu, ada tiga jenis penghargaan yang diberikan, yakni Penghargaan Meukuta Alam, Tajul Alam, dan Penghargaan Syah Alam.

Para penerima diseleksi melalui penjaringan yang ketat oleh tim juri yang diketuai seorang akademisi, Prof. Dr. Syahrizal Abbas. Sementara anggota tim juri terdiri dari Dr. Yusri Yusuf, M.Pd, Drs. Nurdin AR, M.Hum, Drs. Nabhany, Dr. Rafiq, dam Muhammad Taufiq Abda (*)

 

 

Editor: Muhammad Nasir

Sumber: Pikiran Aceh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah